EDITOR : Wiranda Yudhis Arjuna
Ada Pertanyaan mendasar tentang diri kita yang disebut manusia. Sebagai fitrah kebaikan bagi diri seorang manusia, Allah SWT memberikan akal pikiran sebagai faktor keutamaannya sebagai khalifah di muka bumi.
Akal dan pikiran selalu mencari-cari kebenaran yang dihimpun ke dalam sanubari (hati nurani). Setiap sebelum melakukan sesuatu, alangkah baiknya peran akan dan pikiran lebih didahukukan ketimbang perbuatan.
Sebab perbuatan manusia itu kerap kali dibalut emosi yang membawa keserakahan, kebencian, kedengkian dan merasa diri ini lebih hebat dari orang lain.
Karena itu Rasulullah sebelum ditasbihkan sebagai nabi dan rasul, yang ia bangun dalam kehidupannya adalah kemuliaan akhlak.
Dalam pergaulan di masyarakat, berniaga mengemban kepercayaan Ibunda Siti Khadijah, akhlak dan akal sehat Rssulullah yang diutamakannya sebagai kaidah pembelajaran bagi kita manusia.
Terkadang kita berpikir, apakah nilai-nilai kebaikan (firman Allah SWT) yang tertulis di dalam kitab suci Alquran itu dapat membangun akhlak kemanusiaan kita?
Pertanyaan ini harus seringkali muncul di dalam kehidupan kita. Sebab tiap pertanyaan itulah yang dibutuhkan akal budi (afalla tatafakaruun) untuk membangun kesejatian diri kita sebagai manusia kaffah.
Apabila akal fikiran, akhlak dan budi kemanusiaan.kita tidak pernah memahami tujuan diciptakannya Alquran dan Hadis, maka sikap kita akan menjadi pemarah, gelap mata, tidak menerima fakta kehidupan serta sombong dan angkuh. Seolah kita ini jauh lebih baik dari siapa pun.
Menggunjingi orang. Menjelek-jelekan orang lain serta selalu memandang rendah hakikat orang lain. Karena akal dan pikiran kita selalu terjebak ke akhlak yang tidak rahmatan lil alamin.
Karena itu perlu kita sadari, akal pikiran harus selalu dicuci dengan air wudu dan dilanjutkan salat fajar (subuh), siang dan tahajud oada malam hari.
Tujuan salat sebenarnya tka hanya diprioritaskan sebagai hamba yang alim semata. Sebab salat itu mampu membersihkan diri dari keangkuhan, kedengkian, merasa hebat sendiri serta selalu memerlihatkan kesomgan. Seolah-olah diri ini paling suci, paling benar dan memiliki pengetahuan.lebih banyak dibanding orang lain.
Karena itu muncul pertanyaan, cukupkah diri kita ini hanya membangun kepribadian yang alim semata? Barangkali yang perlu kita tambahkan untuk membangun akhlak yang baik adalah membentuk sikap dan perilaku (akhlak) dengan cara berpikir yang arif dan bijak.
Sebab jika hanya dengan penghambaan yang alim tanoa menerapkan nilai-nilai kearifan dan kebijaksanaan di dalam akhlak seseorang, biasanya orang tersebut akan mudah dijangkiti penyakit iri, dengki, benci dan merasa hebat sendiri.
Karena itu sebelum.kita mandi dan berkecimpung di kolam agama (Islam), Allah menganjurkan seseorang untuk membaca Alquran semata-mata untuk mengingat Allah dan bukan melihat ke dirinya sendiri sebagai orang yang merasa selalu dekat ke pada Allah SWT.
Iqraa bismilraabika lazi khalak (bacalah dengan nama Tuhanmu). Dengan selalu membaca Alquran semata-mata karena Allah, akan mencairkan kebekuan diri ini dari kesombongan dan keangkuhan perilaku.
Memang, cara berpikir bijak dan arif akan memperlihatkan diri ini sebagai orang yang selalu merasa bodoh dan kurang banyak menerima ilmu-ilmu agama berdasarkan Quran dan Hadist.
Orang seperti ini akan selalu tawadhu dan berusaha sebisanya untuk menang melawan dirinya sendiri. Karena ia sadar bahwa diri ini milik pribadinya sendiri, sehingga kekuasaan dirinya dapat menampilkan sebagai figur yang mampu mengendalikan hawa nafsunya.
Karena itulah manusia (beragama Islam) dianjurkan untuk melaksanakan salat pagi, siang dan malam hari. Sebab dengan salat yang dimulai dengan air wudhu, diharapkan mampu untuk membasuh segala kebusukan perilaku di dalam diri manusia.
Islam tidak melihat apakah orang yang bergamis, bersorban dan memiliki janggut panjang itu lebih baik dari orang kebanyakan. Sebab Allah SWT akan selalu menatap hati nuraninya yang arif dan bijak. Karena pada hakikatnya, Islam itu untuk membangun akhlak Islami yang selalu bijak, menghargai pendapat orang lain serta menjauhkan diri dari kesombongan, merasa benar sendiri sebagai manusia yang berusaha membangun akhlaqul karima.
21 April 2019
( Karya : Anto Narasoma )