Terkait Pencemaran Limbah B3, Warga Keluhkan Sesak Nafas, Pihak PLTU: Jika Benar 100 Persen Kami akan Bertanggung Jawab

BERBAGI

Editor : Jerry Ardiansyah

Tvsumsel – Lahat, Terkait banyaknya keluhan dari masyarakat khususnya dari warga desa Telatang Kecamatan Merapi Barat, yang beberapa waktu lalu mendatangi kantor PLANTARI di Bandar Jaya Lahat, untuk mengadukan adanya dugaan pelanggaran dari pembuangan limbah PLTU Keban Agung, yang di kelola oleh PT. Priamanaya Energi.

Lingga Arief Wijaya, Manager Technik, PT. Priamanaya Energi.

 

Lingga Arief Wijaya, Manager Technik, PT. Priamanaya Energi saat di konfirmasi oleh media mengatakan selama ini pihaknya memiliki izin dari Dinas Lingkungan Hidup untuk memanfaatkan limbah B3 berupa abu (fly ash dan bottom ash) dengan tempat penampungan sementara di area PLTU Keban Agung.

“ Selain kami telah mengantongi Izin untuk mengelolah limbah B3 berupa abu (fly ash dan bottom ash) berupa kolam

Lingga Arief Wijaya, Manager Technik, PT. Priamanaya Energi saat di konfirmasi oleh media mengatakan selama ini pihaknya memiliki izin dari Dinas Lingkungan Hidup untuk memanfaatkan limbah B3 berupa abu (fly ash dan bottom ash) dengan tempat penampungan sementara di area PLTU Keban Agung.

“ Selain kami telah mengantongi Izin untuk mengelolah limbah B3 berupa abu (fly ash dan bottom ash) berupa kolam penampungan sementara Kami pun telah melibatkan pihak ketiga yakni PT Semen Baturaja untuk pengelolahan akhir limbah B3 berupa abu (fly ash dan bottom ash)

Dijelaskan juga oleh Lingga mengenai pencemaran lingkungan pihaknya merasa memiliki izin Amdal jadi dari sisi ambang batas udara dan air pihalnya telah berkoordinasi mengenai pengelolaannya jadi secara ambang batas ya tidak ada masalah dan tidak terjadi dari pihaknya.

“ Pencemaran udara kita sudah ada pemantauan dan pengawasan seharusnya tetapi kalau ada permasalahan dari pihak warga selama ini kita sudah ada CSR yang telah kami jalankan di area yang bersinggungan langsung dengan PLTU dan sejauh ini dari pihak Desa terutama saat koordinasi dengan kades desa Telatang kami tidak mendapatkan laporan atau keluhan dan kalau memang ada masalah kami akan langsung melakukan tindakan dan akan langsung memberikan bantuan jika ada warga yang terganggu,” Jelasnya.

Saat di tanya adanya laporan warga dari desa Telatang Kecamatan Merapi Barat yang merasa resah karna mengelukan adanya pencemaran udara B3 dari PLTU Keban Agung dan ada beberapa warga yang menderita sesak nafas, Lingga mengatakan. ” Secepatnya kami akan bertemu dengan warga terutama juga kades Telatang untuk mengkoordinasikannya hal ini jika ada seperti yang di laporkan kami 100 Persen akan bertanggung jawab dan jika ada hal-hal yang tidak sesuai dengan itu kami akan memberikan klarifikasi maupun mempertanggu jawabkannya,” Tutupnya.

Seperti ramai diberitakan sebelumnya Sejumlah warga yang berasal dari desa Telatang Kecamatan Merapi Barat, mendatangi kantor PLANTARI di Bandar Jaya Lahat, Senin (10/6). untuk mengadukan dugaan pelanggaran pembuangan limbah PLTU Keban Agung. Perwakilan warga, HS, mengatakan PLTU yang dibangun PT. Priamanaya Energi itu menghasilkan limbah B3 berupa abu (fly ash dan bottom ash) yang menimbulkan pencemaran udara.

Pasalnya, limbah dibuang berdekatan dengan rumah penduduk. Warga kerap mengeluhkan gangguan pernapasan akibat abu yang berterbangan di kawasan permukiman. “Penimbunan abu berada tak jauh dari permukiman kami desa Telatang. Debunya sangat menggangu dan lingkungan menjadi tidak sehat. Kami warga Telatang merasa resah,” ujarnya.

Desa Telatang yang berpenduduk 403 kepala keluarga. Sekitar 1.043 jiwa hidup bersebelahan dengan industri PLTU. HS menuturkan penimbunan limbah abu hanya berjarak beberapa meter dari permukiman warga. Tempat penimbunan merupakan area terbuka.

“Permasalahan lingkungan yang dihasilkan dari aktivitas industri PLTU tersebut sudah dirasakan masyarakat sejak tahun 2012 saat pertama kali PLTU beroperasi secara komersial” ujar HS Sanderson Syafe’i, ST. SH, dari Plasma Nutfah Lestari (PLANTARI) mengatakan aktivitas penimbunan dan pembuangan limbah B3 tersebut berdampak pada perburukan kualitas lingkungan.

PLTU diduga melanggar peraturan perundang-undangan karena tidak memiliki izin menimbun limbah abu. Audiensi dengan pihak Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Lahat, sambung Sanderson, telah dilakukan namun tindak lanjutnya dinilai tidak signifikan, pihak perusahaan pun sudah kita minta klarifikasi namun tidak memberikan keterangan resmi.

“Kami mengaharapkan pihak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan bisa menurunkan Team satuan reaksi cepat Balai Direktorat Jendral Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan ( Gakkum ) seksi III Palembang Sumatera Selatan ( SUMSEL ) dan memberikan solusi terkait dampak yang terjadi serta memberikan sanksi kepada PLTU Keban Agung,” ucapnya.

Mengutip PP Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Berbahaya dan Beracun, Sanderson mengatakan pembuangan limbah berupa abu terbang dan abu dasar ke tanah terbuka harus memiliki izin dari KLHK.

“Kami menduga izin itu tidak dimiliki,” terangnya. “Perusahaan tambang batubara PT. Priamanaya Energi adalah perusahaan yang beroperasi di Desa Kebur dan Telatang Kecamatan Merapi Barat,”bebernya. Selain aktivitas pengerukan batubara, jelasnya, PT Priamanya Energi juga memiliki PLTU dengan kapasitas 2X135 Mw. PLTU ini berada di Desa Kebur Kecamatan Merapi Barat.

Sesuai Pasal 60, Pasal 104 dan Pasal 116 UU PPLH, setiap orang yang dumping limbah dan atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin sebagaimana dimaksud Pasal 60, dipidana penjara paling lama tiga tahun dan denda paling banyak Rp 3 miliar.

“Kami ingin negara menegakkan pidana korporasi yang tidak setengah-setengah, denda Rp 3 miliar, dan izin perusahaan dicabut serta hengkang,” kata Sanderson. Dia bilang, ada Peraturan Mahkamah Agung Nomor 13/2016 soal tata cara penanganan perkara tindak pidana pada korporasi, di luar itu pemerintah memiliki diskresi sekaligus kewenangan mencabut izin tambang.

Jadi, kalau suatu perusahaan sudah kena pidana korporasi, mestinya sudah tak boleh lagi beroperasi. Putusan pidana ini, katanya, dapat jadi dasar pencabutan atau sanksi administrasi maksimal sesuai Pasal 4 Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No 2/2013 tentang sanksi administratif pencabutan izin bagi perusahaan hitam ini. Sesuai prinsip hukum UU PPLH, katanya, premium remedium, berarti sanksi administratif maksimal dapat bersamaan dengan pidana, tanpa menunggu salah satunya, tegasnya.

(Reporter : Bambang MD)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here