Feriansyah : Perangi Radikalisme Di Kampus

BERBAGI

Editor : Jerry A

TvSumsel – Palembang, Ketua FKPT Sumsel, Feriansyah menyampaikan Potensi radikalisme yang mengarah terioris di Perguruan tinggi secara nasional potensinya 39 persen, sementara di Sumsel, berdasarkan penelitian yang di lakukan Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Sumsel, potensi radikal di kampus menunjukan angka 55, 6 persen.

“Ini artinya menjadi perhatian jangan sampai akademisi terpapar radikalisme,” kata Feriansyah saat acara Dialog Pelibatan Civitas Akademika dalam Pencegahan Terorisme Melalui FKPT Sumsel, dengan tema “Jaga Kampus Kita” di Politeknik Negeri Sriwijaya, Palembang, kemarin (01/10/2019).

Meskipun di Sumsel termasuk aman, namun paham radikal bisa tumbuh dan muncul dimana saja, tidak hanya pria dewasa, namun juga saat ini juga terlibat perempuan dan anak-anak, seperti beberapa waktu lalu di Surabaya.

Selain masyarakat biasa, bukan tidak mungkin akademisi bisa berpotensi terpapar radikalisme, makanya civitas academica harus terlibat dalam pencegahan. Jangan sampai mahasiswa terlibat terorisme. “Dialog seperti yang kita lakukan ini, salah satu bentuk pertanggungjawaban kita semua agar negara Indonesia lebih baik, bebas dari terorisme,” ujarnya,

Feriansyah Ketua FKPT Sumsel : Perangi Radikalisme Di Kampus

“FKPT terus mendorong dan berpartisipasi dalam menanggulangi terosisme dengan mendorong dan mengajak semua pihak, pemuda, pemkab, pemkot, kalangan akademisi, tokoh masyarakat dan sebagainya,”tukasnya.

Sementara itu, Direktur Pencegahan BNPT Ir Hamli ME mengatakan Indonesia perlu bersyukur masih memiliki negara, dibandingkandi negara lain, terutama di timur tengah, seperti di Suriah yang koplik berkempanjangan dan sebagainya.

“Namun kita juga perlu waspada, bahwa anacaman kelompok teror tatap ada,” katanya.

Menurutnya banyak pemicu sikap dan tindakan aksiterorisme. Menurut hasil penelitian yang ia ungkapkan, penelitian itu dilakukan 2012 lalu oleh Indonesian Institute for Society Empowerment (INSEP).

“45, 5 persen motif aksi teror karena idiologi agama, 20 persen karena solidaritas kumunal atau komunitas, 12, 7 persen karena mob metality, 10,9 persen karena ingin balas dendam, 9,1 persen karena situasional, bisa karena ekonomi dan sebagainya, sedang 1,8 persen karena sparatisme,” kata Hamli saat memberikan materi pada peserta dialog.

Menurutnya aksi terorisme juga ada proses, yang pertama di mulai dari intoleransi. Ini merupakan orientasi negatif, atau sikap menolak hak-hak politik dan sosual yang tidak disetujui.

Lalu meningkat menjadi sikap radikalisme. Ini merupakan suatu ideologi atau gagasan yang ingin melakukan suatu sistem sosial dan politik dengan cara kekerasan. “Ada beberpa poin pada kelompok radikan yaitu anti pancasila, menyuburkan sikap intoleransi, anti NKRI, menyebarkan paham takfiri, serta menyebabkan distras bangsa,” katanya.

Setelah itu baru meningkat ke level terorisme. “Ini adalah sudah merupakan tindakan yang mengunakan kekerasan. Sehingga menyebar rasa takut secata meluas,” urainya.

 

“Mengamputasi penyakit dan virus radikalisme yang telah merambah cukup lama ini perlu kekuatan bersama. Semoga kebijakan ini mampu menguatkan wawasan kebangsaan mahasiswa dan mengeliminir kekuatan ideologi radikalisme di lingkungan kampus,”pungkasnya. (Dafa)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here