Editor : Wiranda Yudhis Arjuna
Sakit di dada adalah api. membakar segala kebencian bersama waktu. biarlah darah dan desah napas hilang bersama tulang belulang
Inilah tanah, tempat kau cucurkan segala cairan darah di ruang ruang kelahiran. jika ada orang orang datangan membawa seribu maksud, inilah keris sebagai hadiah perlawanan
Tak sepotong hasrat pun kau bawa sebagai kebencian. karena tanah dan air sumur sebagai secangkir kopi, pantang menyerahkan harga diri
Sakit adalah bubuk mesiu. yang meledakkan segala jajahan. tak ada lagi tempat bagi siapa pun untuk mengisap darah anak anak negerimu
Negeri ini ruang suci bagi sejumlah keyakinan. jika ada tangan tangan kotor meraup putihnya tirai keyakinan, sakit inilah menjadi maut bagi kematian itu
Jangan kau lihat pangkat dalam sakitku. karena nilai paling tinggi bagi keyakinan adalah kemerdekaan. siapa lagi yang mengobrak-abrik beragam bentuk kekuatan ini?
Sakit adalah perlawanan sengit. yang diusung dengan semangat perlawanan. sejauh jejak ini melangkah, sejauh itu pula kematian menghampiri
Berhenti!
Jika langkahmu menapak lebih dari aliran darah ini, tulang-belulangku akan menjadi pedang
Ini negeri. ruang bagi napas anak anak kami untuk menghirup hawa persaudaraan. sebab kemerdekaan tak lebih dari harga persaudaraan.
Tirta Bening, Januari 2019
Karya : Anto Narasoma