Sastra Dan Kejelitaan Wanita

BERBAGI

EDITOR : Wiranda Yudhis Arjuna

Dalam sastra kecantikan wanita selalu diidentifikasi dengan keindahan. Baik keindahan alam, substansi alam seperti cuaca, rembulan (purnama), scotliigh warna lukisan atau keindahan apapun menyangkut kejelitaan seorang wanita.

Tak heran apabila Nafros Hasjim dalam apresiasi sastra di lingkungan sekolah, menyebutkan bahwa dari batasan apresiasi untuk melihat keindahan, wanita menjadi satu sisi untuk disimbolkan sebagai keindahan (Analisis Kebudayaan tahun ke-II Nomor 1 1982-1983).

Karena itu dalam beberapa karya, wanita memang seringkali disebut-sebut sebagai sesuatu yang berkaitan dengan keindahan (kejelitaan).

Dalam Alquran, wanita mengandung hikmah kejelitaan menyangkut karakter keindahan. Karena itu sastra tertinggi (Alquran) yang mengandung nilai keyakinan dan sentuhan nurani, menyebutkan tentang wanita mulia (Siti Maryam) yang cantik, suci dan menebarkan keindahan hati seorang ibu bijak dan arif.

Sedangkan Siti Aisyah, istri Firaun, menuturkan sikap sejuk dan mengekspresikan nilai-nilai keindahan yang mengagungkan kebesaran Allah SWT. Bahkan di balik keindahan itu memiliki muatan estetik kepasrahan sebagai kejelitaan seorang hamba.

Dalam lantunan doa yang penuh kepasrahan, istri Firaun meminta; “Ya Tuhanku, bangunkanlah untukku rumah di sisiMu di dalam syurga. Dan selamatkanlah aku dari Firaun dan perbuatannya, dan selamatkan aku dari kaum yang zalim (QS Al-Tahrim : 11).

Meski kalimat kepasrahan yang dimunajatkan kepada Allah itu memiliki nilai katakwaan, namun secara estetik, nilai keindahan antara kejelitaan seorang wanita dan kelengkapan niliai sastranya begitu kuat.

Dari wanita yang memiliki derajat tinggi secara kepribadian ialah Siti Maryam. Seorang wanita yang selalu menjaga kesucian dirinya.

Dalam surat Maryam ayat 20 disebutkan bahwa Maryam adalah seorang wanita suci yang tak pernah disentuh oleh seorang lelaki mana oun.

Karena keutamaan inilah Allah mengabdikan namanya dalam satu surat yang menjadikan dia sebagai ibu nabi agung, Isa Almasih.

Sastra tak sekadar menghimpun nilai keindahan semata dalam tiap karya seperti cerita pendek, novellet, puisi dan novel.

Karena muatan karyanya selalu mengandung pesan kebaikan dan nasihat terdalam bagi pembacanya.

Menurut IA Richard, dalam kaitan ini, pendekatan kejiwaan dan pendekatan falsafah serta pendekatan interinsik dan ekserinsik bersentuhan dengan lapisan iman dan keindahan. (Perjalanan Sastra Indonesia – Penerbit Gunung Jati Jakarta : September 1983).

Apabila kita membaca nilai rasa (feeling) yang diurai dalam satu karya, memang memiliki kekuatan estetika yang begitu mendalam. Terutama ketika dalam tulisan itu kerap dirangkap dengan masalah keyakinan religiusitas, maka unsur tujuan atau amanah yang disampaikan mendidik pembaca dalam dua arah, niliai sastra dan keyakinan (agama).

Aspek reliji yang diungkap tak hanya menjelaskan tentang ketinggian akhlak seorang wanita sebagai kejelitaan sikap, tapi dari sisi karya sastranya menjadi figurasi (figuratif language) yang begitu indah dan mendidik.

Karena itu antara dua pesan (agama dan sastra) yang tersembunyi dalam satu karya, terutama cerita pendek, novel atau puisi, menalarkan kandungan isi ke dalam karya bersangkutan.

Karena itu wanita dalam sastra, tidak hanya dijelaskan sebagai kejelitaan dan keindahan bentuk, tapi nilai estetikanya mampu menajamkan kecerdasan akhlak dan pikiran pembaca. (*)

23 April 2019

(Karya : Anto Narasoma )

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here